Sabtu, 19 Oktober 2013
Browse Manual »
Wiring »
asia
»
energi
»
kaya
»
sumber
»
tenggara
»
terbarukan
»
Asia Tenggara Kaya Sumber Energi Terbarukan
Asia Tenggara dianugerahi sumber energi terbarukan, tapi pemerintah tidak pernah melakukan upaya serius untuk mengeksploitasi kekayaan alam itu. Para aktivis lingkungan menyatakan, banyak perusahaan swasta yang ingin mengembangkan energi terbarukan, namun terganjal keputusan politik sehingga sulit mengurangi ketergantungan pada sumber energi tradisional seperti minyak dan batubara.
Letusan Gunung Merapi di Indonesia dan Bulusan di Filipina menunjukkan besarnya kandungan panas bumi yang bisa dimanfaatkan untuk tenaga listrik di Asia Tenggara.
Pemerintah di kawasan Asia Tenggara beralasan pemanfaatan energi terbarukan, seperti panas matahari, angin dan tenaga air serta biomass, lebih mahal dibanding membangun pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil.
Paul Curnow dari firma hukum Baker & McKenzie, yang mencermati kebijakan perubahan iklim, mengatakan, sebagian besar investasi energi terbarukan ada di Cina dan India.
“Para investor enggan berinvestasi di Asia Tenggara karena tidak didukung kebijakan politik yang baik. Jadi masalahnya bukan pada keuangan,” kata Paul.
Pasar untuk energi terbarukan di Asia Tenggara sangat bervariasi. Marc Lohoff, Presiden Direktur perusahaan panel surya Jerman, Conergy mengatakan, Thailand, yang memiliki keindahan pantai Phuket dan Krabi, sangat cocok untuk pengembangan energi panas matahari.
Sementara Filipina dan Malaysia juga memiliki potensi besar untuk pengembangan energi ramah lingkungan karena kedua negara itu sebenarnya sudah memiliki undang undang mengenai energi terbarukan.
Filipina mempunyai kekayaan panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Kongres sudah meloloskan Undang Undang Energi Terbarukan pada 2008, namun pemerintah belum mengeluarkan kebijakan soal pajak.
Menurut Marc Lohoff, pengembangan energi terbarukan di Asia Tenggara sangat bergantung pada insentif yang ditawarkan pemerintah pada investor. Insentif itu termasuk potongan dan bebas pajak untuk barang-barang yang diimpor seperti turbin angin dan panel surya.
Rafael Senga dari WWF Internasional mengatakan, untuk kasus Indonesia beda lagi. Meski memiliki 40 persen kandungan panas bumi dunia, pemerintah Jakarta belum mengeksploitasi kekayaan ini karena pasarnya yang dinilai kecil dan rumit.
Indonesia hanya menargetkan 9500 megawatt listrik dari panas bumi pada 2025, naik sedikit dari 1000 MW saat ini. Padahal potensi yang ada bisa menghasilkan 27 ribu MW, kata Senga.
Ia menambahkan, investor geothermal juga khawatir dengan dinamika politik yang terus terjadi sejak runtuhnya rejim Soeharto pada 1998.
Sementara itu, meski memiliki sumber daya alam terbatas, Singapura menjadi negara yang paling aktif mengembangkan energi terbarukan. Perusahaan energi Norwegia membuka fasilitas pabrik panel surya terbesar di dunia pada November 2010. Singapura juga menjadi kantor pusat bagi perusahaan turbin angin asal Denmark, Vestas.
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Asia Tenggara Kaya Sumber Energi Terbarukan
Letusan Gunung Merapi di Indonesia dan Bulusan di Filipina menunjukkan besarnya kandungan panas bumi yang bisa dimanfaatkan untuk tenaga listrik di Asia Tenggara.
Pemerintah di kawasan Asia Tenggara beralasan pemanfaatan energi terbarukan, seperti panas matahari, angin dan tenaga air serta biomass, lebih mahal dibanding membangun pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil.
Paul Curnow dari firma hukum Baker & McKenzie, yang mencermati kebijakan perubahan iklim, mengatakan, sebagian besar investasi energi terbarukan ada di Cina dan India.
“Para investor enggan berinvestasi di Asia Tenggara karena tidak didukung kebijakan politik yang baik. Jadi masalahnya bukan pada keuangan,” kata Paul.
Pasar untuk energi terbarukan di Asia Tenggara sangat bervariasi. Marc Lohoff, Presiden Direktur perusahaan panel surya Jerman, Conergy mengatakan, Thailand, yang memiliki keindahan pantai Phuket dan Krabi, sangat cocok untuk pengembangan energi panas matahari.
Sementara Filipina dan Malaysia juga memiliki potensi besar untuk pengembangan energi ramah lingkungan karena kedua negara itu sebenarnya sudah memiliki undang undang mengenai energi terbarukan.
Filipina mempunyai kekayaan panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Kongres sudah meloloskan Undang Undang Energi Terbarukan pada 2008, namun pemerintah belum mengeluarkan kebijakan soal pajak.
Menurut Marc Lohoff, pengembangan energi terbarukan di Asia Tenggara sangat bergantung pada insentif yang ditawarkan pemerintah pada investor. Insentif itu termasuk potongan dan bebas pajak untuk barang-barang yang diimpor seperti turbin angin dan panel surya.
Rafael Senga dari WWF Internasional mengatakan, untuk kasus Indonesia beda lagi. Meski memiliki 40 persen kandungan panas bumi dunia, pemerintah Jakarta belum mengeksploitasi kekayaan ini karena pasarnya yang dinilai kecil dan rumit.
Indonesia hanya menargetkan 9500 megawatt listrik dari panas bumi pada 2025, naik sedikit dari 1000 MW saat ini. Padahal potensi yang ada bisa menghasilkan 27 ribu MW, kata Senga.
Ia menambahkan, investor geothermal juga khawatir dengan dinamika politik yang terus terjadi sejak runtuhnya rejim Soeharto pada 1998.
Sementara itu, meski memiliki sumber daya alam terbatas, Singapura menjadi negara yang paling aktif mengembangkan energi terbarukan. Perusahaan energi Norwegia membuka fasilitas pabrik panel surya terbesar di dunia pada November 2010. Singapura juga menjadi kantor pusat bagi perusahaan turbin angin asal Denmark, Vestas.
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar